L a r u n g Sebuah Kisah Kelabu yang Penuh Warna “Larung…Arbi.. ayo kembali ke rumah.” teriak seorang wanita paruh baya dari belakang deratan rumah. “iyaaa…”menyautlah suara yang diharapkan. Kedua bocah itu akhirnya kembali ke rumah mereka masing-masing setelah lebih dari 2 jam berada di tepi sungai. Hari memang sudah senja pantaslah mereka dipanggil untuk pulang oleh Bu Tini yang merupakan ibu dari Larung. Kegiatan ini hanpir setiap hari terulang sejak 5 tahu lalu. Larung Bahari adalah siswa SMP kelas 7 dan Arbi Sanjaya yang merupakan teman satu sekolah di SMP Bakti Sentosa. Kegemarannya akan kapal laut, perahu, speed boat atau apapun yang merupakan alat transportasi air membawa Larung tak pernah bosan bermain di sungai yang mengalir di belakang rumahnya. Apa saja benda yang menurutnya menarik Ia larungkan ke sungai agar bisa bergerak ditas aliran sungai hingga terlihat seperti perahu. Arbi adalah orang yang tak pernah bisan pula menemani hobi Larung walaupun kegemaran Arbi adalah olahraga tapi Ia sangat ingin menemani teman akrabnya sejak kecil untuk bergembira di tepi sungai. Selain Arbi tidak ada anak yang mau bermain dengan Larung, sejak kecil Larung hanya memilki beberapa orang kenalan, di sekolah Ia juga tidak akrab dengan benyak orang. Teman sebangkunya adalah ibunya sendiri yang dengan sabar mengantar dan mendampingi Larung belajar di sekolah sejak kecil. “Ibu..Minggu depan hari ulang tahunku !” ucap Larung pada ibunya “Oh iya…lalu kamu mau minta hadiah apa?” Tanya ibu Kemudian Larung menjawab , “Sebenarnya permintaanku sederhana saja, aku ingin seperti anak yang lainnya, punya banyak teman tidak dijauhai oleh anak yang lainnya, aku memang jelek, mukaku sangat menyeramkan bagi mereka, rambutku botak tak seperti mereka, aku juga orang yang lemah tak mampu beraktifitas banyak,aku juga..” “Cukup Larung,.. ibu sudah memasak makanan lekas mandi lalu makan sore.” perintah ibu Setelah Larung masuk kedalam kamar mandi Ibu menyiapakan makanan sambil menghapus air mata yang menetes di pipinya. Ibu terlihat sangat sedih setiap kali mendengar Larung mengeluarkan keluhan-keluhannya. Memang wajar keluhan itu keluar dari mulut Larung seorang anak yang memang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Sore keesokan harinya, rutunitas seperti biasa kembali mereka lakukan. Bermain perahu seperti hari-hari sebelumnya. Larung selalu tampak bahagia pada kegiatan ini, tak nampak kesedihan yang biasanya membayangi wajahnya ketika mengingat nasibnya. Arbi pun demikian, dengan suka hati ia selalu menemani Larung, karena Arbi tau betul siapa Larung dan ia pun tau apa yang terjadi pada Larung. Larung adalah seorang anak yang wajahnya terlihat lebih tua dari anak kebanyakan. Kepalanya botak tak pernah tumbuh rambut. Berbagai macam penyakit juga ada di dalam tubuhnya. Larung adalah penderita Progeria, sebuah penyakit aneh yang terjadi karena kesalahan kecil pada kode genetik. Kesalahan yang kecil tersebut membuat hidup penderitanya seperti hancur. Penderita Progeria mengalami penuaan dini, jauh lebih cepat dari orang kebanyakan. Biasanya penderitanya mengidap penyakit layaknya orang tua seperti penyakit jantung, pelemahan tulang dan radang sendi walupun usianya masih belia. Rata-rata orang pengidap penyakit ini hanya hidup sampai umur 13 tahun dan hanya sekitar 50 orang yang menderita penyakit ini di dunia. Penyakit yang di derita Larung dan juga prediksi sisa umur yang dimilikinya hanya diketahui oleh 4 orang, ayah serta ibu Larung, dokter yang memvonis dan yang terakhir adalah Arbi sahabat terdekat Larung. Arbi mengetahui hal ini dari Ibunda Larung, ia ingin Arbi ikut membahagiakan Larung disisa umurnya. Arbi sekuat tenaga membahagiakan Larung yang tidak tau apa penyakit yang dideritanya dan segala hal tentang sisa umurnya. Sore akhirnya pergi dan sungai kembali sepi dari tawa bahagia kedua sahabat. Larung kembali ke rumah dan melakukan kegiatan dengan penuh misteri. Arbi kembali kerumahnya dan terus berfikir bagaimana caranya membahagiakan Larung pada hari-hari selanjutnya. Pagi menyingsing kembali, seperti biasa mereka berdua berangkat ke sekolah dengan didampingi sang Ibu. Sepanjang jalan Arbi selalu mengeluarkan lelucon untuk menghibur Larung. “Larung.. coba tebak, orang apa yang ditembak tetapi gak mati.” Arbi memberi teka-teki. “Orang apa ya… orang kuat, orang hebat atau pasti orang kebal.” Jawab Larung. “Salah.. yang betu jawabannya adalah orang gak kena kok..” Arbi memberitahu “Hahahahaha,,,kamu bisa aja.” Larung terlihat senang. Perjalanan terus berlanjut hingga sampai ke sekolah. Di sekolah mereka berpisah karena memang mereka berbeda kelas. Saat istirahat mereka kembali bertemu dikantin, saat istirahat itu Arbi meninggalkan teman-teman yang lain padahal Arbi termasuk orang yang dikagumi dan menyenangkan untuk diajak bergaul, tetapi Arbi tau Larung lebih membutuhkan dia. Ejekan serta hujatan sering kali menerpa Arbi karena berteman dengan Larung yang sering diejek anak monster hingga Arbi juga dapat ejekan sebagai temannya monster. Hal itu tidak membuat Arbi putus semangat untuk terus membahagaiakan Larung. Sungai kembali menyambut kedua sahabat itu pada sore yang ke sekian kalinya. Hari ini mereka bermain perahu balap, seperti biasa Larung yang menjadi jawara dalam permainan kali ini. Arbi sengaja mengalah karena tahu sahabatnya akan sedih jika mendapat kekalahan, hal ini sudah dilakukannya lebih dari 5 tahun. Kembalilah mereka ke rumah setelah lelah bermain. Hari selanjutnya mereka tidak pergi ke tepi sungai Karena hari itu turun hujan. Larung tidak pernah keluar rumah saat hujan , Larung adalah penderita Pluviophobia yang merupakan ketakutan seseorang pada hujan. Saat hujan Larung hanya berdiam di kamar didampingi sang ibu. Pada hujan sore itu Arbi bermain sepak bola bersama anak-anak lainnya tepat dijalan depan rumah Larung. Larung dapat melihat betapa bahagianya Arbi ketika bermain bola dan Larung berfikir bahwa kegembiraan Arbi saat bermain dengannya hanya sebuah kepalsuan tidak lebih dari sekedar rasa kasihan terhadap Larung. Rasa yang Larung fikir tidak pantas diberikan padanya walau dia berbeda dengan yang lainnya. Hal ini membuat sikap Larung menjadi berubah terhadap Arbi, sehingga Arbi tidak dianggap sahabatnya lagi. Malam berjalan dengan hembusan angin yang membawa udara segar sisa hujan tadi sore. Larung mengingat segala macam kenagannya bersama Arbi yang sekarang hanya dianggap sebuah kepalsuan. Saat Arbi rela di pukuli oleh anak-anak SMA karena menolong Larung yang saat itu hendak dijahili. Saat menyelamatkan Larung yang hamper tenggelam di sungai karena ia tidak bias berenang. Bahkan menggotong Larung pulang ke rumah saat penyakitnya kambuh. Semua kenagan itu coba dilupakan oleh Larung. Ke esokan harinya, biasanya Larung selalu memanggil-manggil nama Arbi di depan rumah Arbi untuk mengajaknya bermain di sungai . Sore ini tidak ada suara yang memanggil Arbi sehingga membuat Arbi bertanya apa yang terjadi. Akhirnya Arbi memutuskan untuk memanggil Larung di rumahnya. Penuh tanda tanya Arbi berjalan ke rumah Larung yang jaraknya tidak lebih dari 20 meter dari gerbaang rumahnya.Ketika sampai depan rumah Larung , Arbi memanggilnya. “Larung.. ke sungai yuk !” teriak Arbi. Lalu Larung keluar dan berkata “ Tidak, aku ingin pergi ke sungai sendiri saja tanapa kamu lagi, lebih baik kamu bermain sepak bola saja dan berhenti mengkasihani aku !” “ Apa maksudmu bicara seperti itu ?” ujar Arbi “Aku hanya ingin tidak merepotkan orang lain, terima kasih telah mengkasihani aku selama ini.” Larung berkata dengan nada yang keras. Sore itupun berlalu tanapa ada seorang anakpun yang bermain di sungai. Kedua sahabat itu mendapat sebuah masalah yang tidak pernah mereka hadapi sejak awal pertemanan mereka. Emosi kedewasaan membuat hal ini terjadi. Sebuah persabatan yang tidak ternilai kini dalam terpaan badai, hanya karena sebuah kecurigaan tanpa bukti. Keesokan harinya adalah hari ulang tahun Larung yang ke-12, tepat hari minggu. Sebuah kado telah dipersiapkan oleh orang tua Larung di hari bahagianya. Ketika kado tersebut dibuka, ternyata isinya adalah sebuah mainan radio control berbentuk perahu yang dapat berjalan di permukaan air dan di atur geraknya dari kejauhan. Bahagia sekali Larung mendapat hadiah yang sesuai dengan kegemarannya. Ketika hari sudah tidak panas lagi, saat langit sore mulai menyapa, Larung berangkat ke sungai membawa mainan barunya. Pertama kali Larung pergi ke sungai tanpa Arbi. Sungai pun menyambut berbeda kejanggalan ini, arus sungai jauh lebih deras dari biasanya. Kebahagiaan Larung membuat ia tidak peduli dengan kondisi sungai, semakin tidak sabar dia mencoba mainan barunya. Rona gembira merekah dengan sangat indah di wajah Larung walaupun kali ini tanpa orang yang biasa menemaninya di sungai. Tanpa sepengatuhuan Larung ternyata Arbu memperhatikannya dari atas pohon rambutan yang jaraknya sekitar 15 meter dari tepi sungai. Arbi tidak ingin membiarkan sahabtnya tersedih dan kehadirannya di tempat itu ingin memastikan bahwa penderita Pregoria itu dalm keadaan bahagia, karena menurut analisa medis umurnya tidak mungkuin lebih dari satu tahun lagi. Arbi ingat hari ini adalah hari ulang tahun Larung dan Arbi juga telah menyiapakan sebuah hadiah yang ia simpan di rumah karena ia tahu bahwa hari ini bukan saat yang tepat untuk meberikannya. Perahu radio control itu mulai dilarungkan, arus deras menjadi tantangan tersendiri bagi Larug yang memang bercita-cita menjadi nahkoda walau dia tidak pernah tau cita-citanya akan terwujud. Perahu tersebut terus berputar mengeliingi batu di tengah sungai dan sesekali menepi. Arus yang sangat deras ternyata membuat sebuah batang pisang mengalir bersama aliran sungai dan sat itu perahu milik Larung masih berlayar di tengah sungai. Kepanikan Larung meningkat tangannya sibuk memainkan tuas remote yang ada di tangannya, Arbi yang melihat temanya dalam kesulitan tidak tinggal diam dia bergegas turun dari atas pohon rambutan dan saat itu Larung baru sadar jika sejak tadi Arbi memperhatikannya. Perahu tersebut akhirnya menyangkut di batang pisang dan mengalir bersamanya. Larung tidak bias berbuat apa-apa, duduk lemas di tepi sungai sambil meneteskan air mata tanda sebuah kesedihan sedang dirasakannya. Arbi tidak ingin melihat sahabatnya sedih ia berlari menuju sungai dan kemudian terjun ke sungai setelah melihat tatapan mata sahabatnya yang penuh harapan perahunya kembali. Berenaglah Arbi dei tengah derasnya arus sungai mengejar batang pisang yang membawa perahu sahabatnya. Sekuat tenaga dengan kecepatan yang dimilkinya Arbi terus mengejar perahu tersebut dan akhirnya dapat, dengan keadaan lelah ia mencoba menepi ke tepi sungai sekitar 50 meter dari tempat Larung duduk lemas. Larung masih dapat melihat Arbi berhasil mendapat perahunya dan Larung terbangun untuk menghampiri perahunya yang ada di tangan Arbi. Belum sempat melangkah kemudian Larung terkejut melihat sebuah potongan kayu menghadang tubuh kecil Arbi sebuah benda yang terdapat di tangan Arbi sekuat tenaga ia lempar ke tepi seungai , perahu tersebut akhirnya aman berada di tepi sungai. Tubuh kecil Arbi terus buerusaha mencapai tepi akan tetapi kekeutan seorang anak SMP dan sebuah teriakan histeris minta tolong dari Larung tidak sanggup melawan derasnya arus sungai. Arbi hanyut dan di temukan oleh warga pada pukul 8 malam sejauh 1,7 KM dari sungai belakang rumahnya dalam keadaan tewas dengan sebuah senyuman dibibir kecilnya. Tangis haru penuh jeritan histeris tidak henti-henti terdengar sepanjang malam. Larung hanya mengurung diri di kamar sampai keesokan harinya ia baru punya kekuatan untuk meliahat jenazah sahabatnya di rumah duka. Jantungnya lemah berdetak saat melihat senyuman manis jenazah sahabtnya. Sebuah pesan tersirat mengisyaratkan sebuah kebahagian dapat menolong sahabatnya menyelamatkan salah satu barang kesayangannya. Tetesan air mata tidak kuasa terbendung dari mata bulat milik Larung, sampai saat ibunda Arbi keluar mebawa sebuah kotak kardus yang mie instan yang belum terbungkus. “Larung, ini ada sebuah pemberian dari Arbi. Arbi bilang ini hadiah ulang tahun untuk kamu tetapi ibu tidak mengerti mengapa ia tidak meberikannya kemarin. Ini silakan diambil mohon maah belum terbungkus kertas kado.” Ucap Ibunda Arbi dengan nada pelan. “Terima kasih bu.”Larung menjawab sambil terisak. Kotak itupun dibuka dan berisi sebuah replika kapal phinisi berukuran dengan pajang sekitar 30 CM den tinggi 25 CM sedikit lebih besar dari radio control milik Larung. Senyum penuh haru menyertai Larung karena ia mengetahui bahwa hadiah ini di beli dengan uang tabungan Arbi yang telah lama dikumpulknnya. Sebuah ukiran berupa tulisan kecil terdapat di badan kapal sebelah kiri bertuliskan Larung Bahari. Pada perahu tersebut juga terdapat replika dua manusia yang manggambarkan Larung dengan Arbi. Replika manusia pertama sedang sibuk memegang kendali kapal sedangkan yang satunya lagi berada di atas tiang kapal mengatur sebuah layar besar. Hadiah ini sangat luar biasa bagi Larung bagaikan sebuah impian yang kelak menjadi nyata. Setelah terkagum meperhatikan pemberian almarhum sahabatnya perhatian Larung berpindah ke sebuah kertas yang ada di bagian dasar kotak yang tertulis tulisan tangan Arbi yang memang terlihat khas dan berisi beberpa bait kata. Persahabatan bagaikan sebuah perahu Berlayar menuju sebuah tujuan yang jauh tidak terlihat di depan Melewati pemandangan indah penuh biru berkilau dan jutaan hembusan angin segar Walau terkadang ombak besar dan badai menghadang dengan kekeuatannya Perahu tersebut tahu kemana arahnya dan berlayar sekuat tenaga mencapai tujuan yang indah Aku ingin melarungkan tubuhku ke lautan lepas, mencari kebahagiaan untukmu Andai saja aku bisa, sesunggunya aku ingin memberikan samudera untukmu Tapi inilah samuderaku.. Arbi sang pelaut Senyuman kecil kembali terlihat di bibir Larung, kali ini menandakan sebuah penyesalan telah berprasangka kepada Arbi. Nafasnya semakin terengah menyadari ketulusan sahabatnya, Larung masih berada di samping jenazah Arbi. Detak jantungnya semakin tidak menetu ia mencoba menahan rasa sakit yang saat itu di rasakan kepada Ibu yang mendampinginya. Ibunya tahu Larung dalam keadaan yang tidak baik hingga saat hendak menayakan pada anak tunggalnya ia terkejut melihat Larung duduk sila terdiam di samping jenazah Arbi dengan kepala menunduk ke bawah dan mata yang terpejam dengan tubuh yang sangat dingin. Detak jantung Larung terhenti di samping sahabatnya. Ibunda Larung yang telah mempersiapkan keadaan ini sejak dulu terlihat tabah melihat hidup anaknya akhirnya berkahir pada usia 12 tahun lebih satu hari. Keadaan semakin menyedihkan melihat jenazah dua sahabat berdampingan. Sore itu kedua jenazah bocah itu langsung dimakamkan. Mereka kembali menuju sungai tetapi kali ini diantar puluhan orang kerabat dan mereka berada diatas keranda tanpa nyawa. Perjalanan menuju pemakaman terasa sangat haru ketika melintasi sungai tempat biasa kedua sahabat itu menghabiskan sorenya. Perjalanan berakhir di dua buah lubang besar berdampingan. Isak tangis mengiringi kedua jenazah sahabat tersebut di makamkan, diawali dengan jenazah Arbi lalu disusul oleh Larung sahabatnya. Pemakaman selesai kedua jenazah telah tertanam bersama jutaan kenangan yang telah mereka lalui bersama. Di sela-sela kedua gundukan tanah tersebut di letakan sebuah replika perahu yang bertuliskan Larung Bahari di sebelah kirinya.

L a r u n g

Sebuah Kisah Kelabu yang Penuh Warna

“Larung…Arbi.. ayo kembali ke rumah.” teriak seorang wanita paruh baya dari belakang deratan rumah.

“iyaaa…”menyautlah suara yang diharapkan.

Kedua bocah itu akhirnya kembali ke rumah mereka masing-masing setelah lebih dari 2 jam berada di tepi sungai. Hari memang sudah senja pantaslah mereka dipanggil untuk pulang oleh Bu Tini yang merupakan ibu dari Larung. Kegiatan ini hanpir setiap hari terulang sejak 5 tahu lalu. Larung Bahari adalah siswa SMP kelas 7 dan Arbi Sanjaya yang merupakan teman satu sekolah di SMP Bakti Sentosa. Kegemarannya akan kapal laut, perahu, speed boat atau apapun yang merupakan alat transportasi air membawa Larung tak pernah bosan bermain di sungai yang mengalir di belakang rumahnya. Apa saja benda yang menurutnya menarik Ia larungkan ke sungai agar bisa bergerak ditas aliran sungai hingga terlihat seperti perahu. Arbi adalah orang yang tak pernah bisan pula menemani hobi Larung walaupun kegemaran Arbi adalah olahraga tapi Ia sangat ingin menemani teman akrabnya sejak kecil untuk bergembira di tepi sungai.

Selain Arbi tidak ada anak yang mau bermain dengan Larung, sejak kecil Larung hanya memilki beberapa orang kenalan, di sekolah Ia juga tidak akrab dengan benyak orang. Teman sebangkunya adalah ibunya sendiri yang dengan sabar mengantar dan mendampingi Larung belajar di sekolah sejak kecil.

“Ibu..Minggu depan hari ulang tahunku !” ucap Larung pada ibunya

“Oh iya…lalu kamu mau minta hadiah apa?” Tanya ibu

Kemudian Larung menjawab , “Sebenarnya permintaanku sederhana saja, aku ingin seperti anak yang lainnya, punya banyak teman tidak dijauhai oleh anak yang lainnya, aku memang jelek, mukaku sangat menyeramkan bagi mereka, rambutku botak tak seperti mereka, aku juga orang yang lemah tak mampu beraktifitas banyak,aku juga..”

“Cukup Larung,.. ibu sudah memasak makanan lekas mandi lalu makan sore.” perintah ibu

Setelah Larung masuk kedalam kamar mandi Ibu menyiapakan makanan sambil menghapus air mata yang menetes di pipinya. Ibu terlihat sangat sedih setiap kali mendengar Larung mengeluarkan keluhan-keluhannya. Memang wajar keluhan itu keluar dari mulut Larung seorang anak yang memang berbeda dengan anak-anak pada umumnya.

Sore keesokan harinya, rutunitas seperti biasa kembali mereka lakukan. Bermain perahu seperti hari-hari sebelumnya. Larung selalu tampak bahagia pada kegiatan ini, tak nampak kesedihan yang biasanya membayangi wajahnya ketika mengingat nasibnya. Arbi pun demikian, dengan suka hati ia selalu menemani Larung, karena Arbi tau betul siapa Larung dan ia pun tau apa yang terjadi pada Larung.

Larung adalah seorang anak yang wajahnya terlihat lebih tua dari anak kebanyakan. Kepalanya botak tak pernah tumbuh rambut. Berbagai macam penyakit juga ada di dalam tubuhnya. Larung adalah penderita Progeria, sebuah penyakit aneh yang terjadi karena kesalahan kecil pada kode genetik. Kesalahan yang kecil tersebut membuat hidup penderitanya seperti hancur. Penderita Progeria mengalami penuaan dini, jauh lebih cepat dari orang kebanyakan. Biasanya penderitanya mengidap penyakit layaknya orang tua seperti penyakit jantung, pelemahan tulang dan radang sendi walupun usianya masih belia. Rata-rata orang pengidap penyakit ini hanya hidup sampai umur 13 tahun dan hanya sekitar 50 orang yang menderita penyakit ini di dunia.

Penyakit yang di derita Larung dan juga prediksi sisa umur yang dimilikinya hanya diketahui oleh 4 orang, ayah serta ibu Larung, dokter yang memvonis dan yang terakhir adalah Arbi sahabat terdekat Larung. Arbi mengetahui hal ini dari Ibunda Larung, ia ingin Arbi ikut membahagiakan Larung disisa umurnya. Arbi sekuat tenaga membahagiakan Larung yang tidak tau apa penyakit yang dideritanya dan segala hal tentang sisa umurnya.

Sore akhirnya pergi dan sungai kembali sepi dari tawa bahagia kedua sahabat. Larung kembali ke rumah dan melakukan kegiatan dengan penuh misteri. Arbi kembali kerumahnya dan terus berfikir bagaimana caranya membahagiakan Larung pada hari-hari selanjutnya.

Pagi menyingsing kembali, seperti biasa mereka berdua berangkat ke sekolah dengan didampingi sang Ibu. Sepanjang jalan Arbi selalu mengeluarkan lelucon untuk menghibur Larung.

“Larung.. coba tebak, orang apa yang ditembak tetapi gak mati.” Arbi memberi teka-teki.

“Orang apa ya… orang kuat, orang hebat atau pasti orang kebal.” Jawab Larung.

“Salah.. yang betu jawabannya adalah orang gak kena kok..” Arbi memberitahu

“Hahahahaha,,,kamu bisa aja.” Larung terlihat senang.

Perjalanan terus berlanjut hingga sampai ke sekolah. Di sekolah mereka berpisah karena memang mereka berbeda kelas. Saat istirahat mereka kembali bertemu dikantin, saat istirahat itu Arbi meninggalkan teman-teman yang lain padahal Arbi termasuk orang yang dikagumi dan menyenangkan untuk diajak bergaul, tetapi Arbi tau Larung lebih membutuhkan dia. Ejekan serta hujatan sering kali menerpa Arbi karena berteman dengan Larung yang sering diejek anak monster hingga Arbi juga dapat ejekan sebagai temannya monster. Hal itu tidak membuat Arbi putus semangat untuk terus membahagaiakan Larung.

Sungai kembali menyambut kedua sahabat itu pada sore yang ke sekian kalinya. Hari ini mereka bermain perahu balap, seperti biasa Larung yang menjadi jawara dalam permainan kali ini. Arbi sengaja mengalah karena tahu sahabatnya akan sedih jika mendapat kekalahan, hal ini sudah dilakukannya lebih dari 5 tahun. Kembalilah mereka ke rumah setelah lelah bermain.

Hari selanjutnya mereka tidak pergi ke tepi sungai Karena hari itu turun hujan. Larung tidak pernah keluar rumah saat hujan , Larung adalah penderita Pluviophobia yang merupakan ketakutan seseorang pada hujan. Saat hujan Larung hanya berdiam di kamar didampingi sang ibu. Pada hujan sore itu Arbi bermain sepak bola bersama anak-anak lainnya tepat dijalan depan rumah Larung. Larung dapat melihat betapa bahagianya Arbi ketika bermain bola dan Larung berfikir bahwa kegembiraan Arbi saat bermain dengannya hanya sebuah kepalsuan tidak lebih dari sekedar rasa kasihan terhadap Larung. Rasa yang Larung fikir tidak pantas diberikan padanya walau dia berbeda dengan yang lainnya. Hal ini membuat sikap Larung menjadi berubah terhadap Arbi, sehingga Arbi tidak dianggap sahabatnya lagi. Malam berjalan dengan hembusan angin yang membawa udara segar sisa hujan tadi sore. Larung mengingat segala macam kenagannya bersama Arbi yang sekarang hanya dianggap sebuah kepalsuan. Saat Arbi rela di pukuli oleh anak-anak SMA karena menolong Larung yang saat itu hendak dijahili. Saat menyelamatkan Larung yang hamper tenggelam di sungai karena ia tidak bias berenang. Bahkan menggotong Larung pulang ke rumah saat penyakitnya kambuh. Semua kenagan itu coba dilupakan oleh Larung.

Ke esokan harinya, biasanya Larung selalu memanggil-manggil nama Arbi di depan rumah Arbi untuk mengajaknya bermain di sungai . Sore ini tidak ada suara yang memanggil Arbi sehingga membuat Arbi bertanya apa yang terjadi. Akhirnya Arbi memutuskan untuk memanggil Larung di rumahnya. Penuh tanda tanya Arbi berjalan ke rumah Larung yang jaraknya tidak lebih dari 20 meter dari gerbaang rumahnya.Ketika sampai depan rumah Larung , Arbi memanggilnya.

“Larung.. ke sungai yuk !” teriak Arbi.

Lalu Larung keluar dan berkata “ Tidak, aku ingin pergi ke sungai sendiri saja tanapa kamu lagi, lebih baik kamu bermain sepak bola saja dan berhenti mengkasihani aku !”

“ Apa maksudmu bicara seperti itu ?” ujar Arbi

“Aku hanya ingin tidak merepotkan orang lain, terima kasih telah mengkasihani aku selama ini.” Larung berkata dengan nada yang keras.

Sore itupun berlalu tanapa ada seorang anakpun yang bermain di sungai. Kedua sahabat itu mendapat sebuah masalah yang tidak pernah mereka hadapi sejak awal pertemanan mereka. Emosi kedewasaan membuat hal ini terjadi. Sebuah persabatan yang tidak ternilai kini dalam terpaan badai, hanya karena sebuah kecurigaan tanpa bukti.

Keesokan harinya adalah hari ulang tahun Larung yang ke-12, tepat hari minggu. Sebuah kado telah dipersiapkan oleh orang tua Larung di hari bahagianya. Ketika kado tersebut dibuka, ternyata isinya adalah sebuah mainan radio control berbentuk perahu yang dapat berjalan di permukaan air dan di atur geraknya dari kejauhan. Bahagia sekali Larung mendapat hadiah yang sesuai dengan kegemarannya.

Ketika hari sudah tidak panas lagi, saat langit sore mulai menyapa, Larung berangkat ke sungai membawa mainan barunya. Pertama kali Larung pergi ke sungai tanpa Arbi. Sungai pun menyambut berbeda kejanggalan ini, arus sungai jauh lebih deras dari biasanya. Kebahagiaan Larung membuat ia tidak peduli dengan kondisi sungai, semakin tidak sabar dia mencoba mainan barunya. Rona gembira merekah dengan sangat indah di wajah Larung walaupun kali ini tanpa orang yang biasa menemaninya di sungai. Tanpa sepengatuhuan Larung ternyata Arbu memperhatikannya dari atas pohon rambutan yang jaraknya sekitar 15 meter dari tepi sungai. Arbi tidak ingin membiarkan sahabtnya tersedih dan kehadirannya di tempat itu ingin memastikan bahwa penderita Pregoria itu dalm keadaan bahagia, karena menurut analisa medis umurnya tidak mungkuin lebih dari satu tahun lagi. Arbi ingat hari ini adalah hari ulang tahun Larung dan Arbi juga telah menyiapakan sebuah hadiah yang ia simpan di rumah karena ia tahu bahwa hari ini bukan saat yang tepat untuk meberikannya.

Perahu radio control itu mulai dilarungkan, arus deras menjadi tantangan tersendiri bagi Larug yang memang bercita-cita menjadi nahkoda walau dia tidak pernah tau cita-citanya akan terwujud. Perahu tersebut terus berputar mengeliingi batu di tengah sungai dan sesekali menepi. Arus yang sangat deras ternyata membuat sebuah batang pisang mengalir bersama aliran sungai dan sat itu perahu milik Larung masih berlayar di tengah sungai. Kepanikan Larung meningkat tangannya sibuk memainkan tuas remote yang ada di tangannya, Arbi yang melihat temanya dalam kesulitan tidak tinggal diam dia bergegas turun dari atas pohon rambutan dan saat itu Larung baru sadar jika sejak tadi Arbi memperhatikannya. Perahu tersebut akhirnya menyangkut di batang pisang dan mengalir bersamanya. Larung tidak bias berbuat apa-apa, duduk lemas di tepi sungai sambil meneteskan air mata tanda sebuah kesedihan sedang dirasakannya. Arbi tidak ingin melihat sahabatnya sedih ia berlari menuju sungai dan kemudian terjun ke sungai setelah melihat tatapan mata sahabatnya yang penuh harapan perahunya kembali. Berenaglah Arbi dei tengah derasnya arus sungai mengejar batang pisang yang membawa perahu sahabatnya. Sekuat tenaga dengan kecepatan yang dimilkinya Arbi terus mengejar perahu tersebut dan akhirnya dapat, dengan keadaan lelah ia mencoba menepi ke tepi sungai sekitar 50 meter dari tempat Larung duduk lemas. Larung masih dapat melihat Arbi berhasil mendapat perahunya dan Larung terbangun untuk menghampiri perahunya yang ada di tangan Arbi. Belum sempat melangkah kemudian Larung terkejut melihat sebuah potongan kayu menghadang tubuh kecil Arbi sebuah benda yang terdapat di tangan Arbi sekuat tenaga ia lempar ke tepi seungai , perahu tersebut akhirnya aman berada di tepi sungai. Tubuh kecil Arbi terus buerusaha mencapai tepi akan tetapi kekeutan seorang anak SMP dan sebuah teriakan histeris minta tolong dari Larung tidak sanggup melawan derasnya arus sungai. Arbi hanyut dan di temukan oleh warga pada pukul 8 malam sejauh 1,7 KM dari sungai belakang rumahnya dalam keadaan tewas dengan sebuah senyuman dibibir kecilnya.

Tangis haru penuh jeritan histeris tidak henti-henti terdengar sepanjang malam. Larung hanya mengurung diri di kamar sampai keesokan harinya ia baru punya kekuatan untuk meliahat jenazah sahabatnya di rumah duka. Jantungnya lemah berdetak saat melihat senyuman manis jenazah sahabtnya. Sebuah pesan tersirat mengisyaratkan sebuah kebahagian dapat menolong sahabatnya menyelamatkan salah satu barang kesayangannya. Tetesan air mata tidak kuasa terbendung dari mata bulat milik Larung, sampai saat ibunda Arbi keluar mebawa sebuah kotak kardus yang mie instan yang belum terbungkus.

“Larung, ini ada sebuah pemberian dari Arbi. Arbi bilang ini hadiah ulang tahun untuk kamu tetapi ibu tidak mengerti mengapa ia tidak meberikannya kemarin. Ini silakan diambil mohon maah belum terbungkus kertas kado.” Ucap Ibunda Arbi dengan nada pelan.

“Terima kasih bu.”Larung menjawab sambil terisak.

Kotak itupun dibuka dan berisi sebuah replika kapal phinisi

berukuran dengan pajang sekitar 30 CM den tinggi 25 CM sedikit lebih besar dari radio control milik Larung. Senyum penuh haru menyertai Larung karena ia mengetahui bahwa hadiah ini di beli dengan uang tabungan Arbi yang telah lama dikumpulknnya. Sebuah ukiran berupa tulisan kecil terdapat di badan kapal sebelah kiri bertuliskan Larung Bahari. Pada perahu tersebut juga terdapat replika dua manusia yang manggambarkan Larung dengan Arbi. Replika manusia pertama sedang sibuk memegang kendali kapal sedangkan yang satunya lagi berada di atas tiang kapal mengatur sebuah layar besar. Hadiah ini sangat luar biasa bagi Larung bagaikan sebuah impian yang kelak menjadi nyata.

Setelah terkagum meperhatikan pemberian almarhum sahabatnya perhatian Larung berpindah ke sebuah kertas yang ada di bagian dasar kotak yang tertulis tulisan tangan Arbi yang memang terlihat khas dan berisi beberpa bait kata.

Persahabatan bagaikan sebuah perahu

Berlayar menuju sebuah tujuan yang jauh tidak terlihat di depan

Melewati pemandangan indah penuh biru berkilau dan jutaan hembusan angin segar

Walau terkadang ombak besar dan badai menghadang dengan kekeuatannya

Perahu tersebut tahu kemana arahnya dan berlayar sekuat tenaga mencapai tujuan yang indah

Aku ingin melarungkan tubuhku ke lautan lepas, mencari kebahagiaan untukmu

Andai saja aku bisa, sesunggunya aku ingin memberikan samudera untukmu

Tapi inilah samuderaku..

Arbi sang pelaut

Senyuman kecil kembali terlihat di bibir Larung, kali ini menandakan sebuah penyesalan telah berprasangka kepada Arbi. Nafasnya semakin terengah menyadari ketulusan sahabatnya, Larung masih berada di samping jenazah Arbi. Detak jantungnya semakin tidak menetu ia mencoba menahan rasa sakit yang saat itu di rasakan kepada Ibu yang mendampinginya. Ibunya tahu Larung dalam keadaan yang tidak baik hingga saat hendak menayakan pada anak tunggalnya ia terkejut melihat Larung duduk sila terdiam di samping jenazah Arbi dengan kepala menunduk ke bawah dan mata yang terpejam dengan tubuh yang sangat dingin. Detak jantung Larung terhenti di samping sahabatnya. Ibunda Larung yang telah mempersiapkan keadaan ini sejak dulu terlihat tabah melihat hidup anaknya akhirnya berkahir pada usia 12 tahun lebih satu hari. Keadaan semakin menyedihkan melihat jenazah dua sahabat berdampingan.

Sore itu kedua jenazah bocah itu langsung dimakamkan. Mereka kembali menuju sungai tetapi kali ini diantar puluhan orang kerabat dan mereka berada diatas keranda tanpa nyawa. Perjalanan menuju pemakaman terasa sangat haru ketika melintasi sungai tempat biasa kedua sahabat itu menghabiskan sorenya. Perjalanan berakhir di dua buah lubang besar berdampingan. Isak tangis mengiringi kedua jenazah sahabat tersebut di makamkan, diawali dengan jenazah Arbi lalu disusul oleh Larung sahabatnya. Pemakaman selesai kedua jenazah telah tertanam bersama jutaan kenangan yang telah mereka lalui bersama. Di sela-sela kedua gundukan tanah tersebut di letakan sebuah replika perahu yang bertuliskan Larung Bahari di sebelah kirinya.

~ oleh esl44 pada April 29, 2009.

Tinggalkan komentar